"Kuntum Khaira Ummatin Ukhrijat Linnas"


Sabtu, 14 April 2012

Emak

Emak dulu pernah berkata
"Semoga Emak masih bisa ada ketika kau sukses kelak, ketika sudah menjadi orang."

Akhir-akhir ini entah kenapa saya teringat akan masa kecil dulu.
Saya memang dibesarkan di rumah Kakek-Nenek (dibaca Bapak dan Emak) bersama Ibu dan saudara lainnya.
Dan salah satu orang yg sangat dekat dengan saya adalah sosok Emak.
Emak adalah sosok yang sangat kami cintai.

Ketika saya menginjak kelas 1 SD, Emak pernah megantarkan saya pergi ke sekolah, menunggu hingga saya pulang dan kembali lagi ke rumah.
Dulu, jika jadwal sekolah siang hari, saya dengan gembira mengantarkan Emak pergi ke pasar, meskipun saya tahu bahwa pasar—pancasila—itu cukup membosankan bagi saya, tapi saya senantiasa menikmati
perjalanan saya bersama Emak.
Ketika Ibu tidak ada, sosok Emak-lah yang senantiasa sibuk mengingatkanku jika saya belum makan.
Bahkan ketika saya sedang main keluar pun, Emak kadang menyusulku sampai ke tempat bermain, sekedar mengingatkan saya untuk makan atau sudah main terlalu lama.
Emak adalah nenek yang pandai memasak. Hingga sekarang pun saya masih ingat bagaimana citarasa masakan Ema.
Jika emak sedang sendirian di kamar, saya senantiasa datang mengikutinya sekedar untuk tidur di sampingnya dan memeluknya.
Emak adalah sosok sabar, jarang sekali melihat Emak marah, ketika dilanda sakit parah pun Emak senantiasa tabah dan tidak terlihat sakit.
Emak selalu membelaku dan menenangkanku ketika aku sedang dimarahi Ibu.
Ketika masa-masa pendaftaran SMA tiba dan saat itu pihak SMA Al-Muttaqin—ketika itu Pak In-in dan Pak Asep— melaksanakan survey ke rumah. Emak lah yang mendampingiku ketika diwawancarai, dan ia sangat percaya bahwa cucunya akan lulus ke sekolah itu.
Emak sangat mencintai Bapak, Emak sangat setia kepada Bapak, ia rela tidak makan asalkan Bapak dapat makan dengan lahap dan nikmat.
Ibu berkata bahwa Emak adalah sosok yang "enak" diajak curhat, Emak adalah sosok pendengar yang baik bagi anak-anaknya dan bahkan cucu-cucunya.


Semenjak jatuh di jamban, Emak memang jadi sering sakit-sakitan, dan aktivitasnya lebih sering dihabiskan di kasur. Tapi sekali lagi, Emak selalu sabar dan tabah dalam menghadapi sesuatu.
Emak sempat juga bulak-balik ke rumah sakit, dan karena mungkin saat itu saya sudah tercatat menjadi seorang "Fullday" maka—maaf mak— saya jarang menjenguk Emak. Mungkin bisa terhitung jari saya meluangkan waktuku untuk Emak.


Waktu memang tak bisa diajak kompromi, saat itu di sepertiga malam terakhir Ibu mendapat telepon dari Bapak yang ada di rumah sakit. Bapak menyuruh Ibu membereskan rumah saat itu, barangkali nanti banyak sanak keluarga dan tetangga datang melayat.
Saat itu saya berusaha untuk tidak mengucurkan air mata agar Emak bisa tenang di sana.
Seorang saudara berkata kepada saya
"Ka, dialah Emak yang selalu menyayangimu, Kini ia telah mendahului kita untuk bertemu dengan Allah swt  Doakan Emak yah Ka."

Mak, saya masih dalam ingatan indah bersama Emak,
Mak, terimakasih Mak telah menjadi Nenek yang sangat baik buatku,
Mak, maafkan saya jika saya memiliki kesalahan,
Mak, besok aku ujian dan besok pula aku harus mempersiapkan diriku untuk melanjutkan ke perguruan tinggi,
Mak, mungkin kalau Emak masih ada,saya akan memohon doa restu kepada Emak untuk esok hari
Mak, mungkin kalau Emak masih ada, saya ingin menceritakan banyak hal kepada Emak tentang hari-hari saya selama ini,
Mak, aku selalu mendoakanmu disana, baik-baik yah.


(Mak, maaf mata saya berkaca-kaca ketika saya menulis ini)


Tasikmalaya, 15 April 2012 07:56 wib.

Rabu, 01 Februari 2012

Membaca untuk Tasikmalaya, Membaca untuk Indonesia.


Di era abad ke-21 ini dunia dihadapkan kepada suatu sistem besar yang mengubah pola dan sistem kehidupannya. Globalisasi dan perdagangan bebas kini hadir mewarnai kita. Globalisasi berasal dari kata “global” yang maknanya ialah “universal”, jadi globalisasi adalah sebuah proses penduniaan atau peningkatan keterkaitan antar negara sehingga tidak ada lagi sekat atau batas antar negara yang mengakibatkan dunia ini terasa begitu sempit. Dipertegas dengan telah ditandatanganinya perjanjian mengenai perdagangan bebas membuat era ke-21 ini menjadi lebih menarik dari era-era sebelumnya.
Dampak dari pelaksanaan globalisasi adalah sebuah tuntutan kepada setiap negara untuk dapat bersaing memertahankan nama baik negaranya.  Kesalahan di negara kita adalah kegagalan mengupayakan transformasi keilmuan, yang ada sekarang hanyalah hedonisme saja yang muncul dalam masyarakat kita. Peningkatan SDM menjadi suatu keharusan yang seharusnya menjadi motivasi bagi kita semua.
Salah satu komponen yang dapat digunakan untuk melihat kualitas SDM sebuah negara adalah produktivitas warga negaranya dalam membaca, menulis dan berhitung.
Saat ini, minat baca anak Indonesia sudah sangat memprihatinkan. Berdasarkan studi lima tahunan yang dikeluarkan oleh Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS) pada tahun 2006, yang melibatkan siswa sekolah dasar (SD), hanya menempatkan Indonesia pada posisi 36 dari 40 negara yang dijadikan sampel penelitian.
Sementara itu, berdasarkan penelitian Human Development Index (HDI) yang dikeluarkan oleh UNDP untuk melek huruf pada 2002 menempatkan Indonesia pada posisi 110 dari 173 negara. Posisi tersebut kemudian turun satu tingkat menjadi 111 di tahun 2009.
Berdasarkan data CSM, yang lebih menyedihkan lagi perbandingan jumlah buku yang dibaca siswa SMA di 13 negara, termasuk Indonesia. Di Amerika Serikat, jumlah buku yang wajib dibaca sebanyak 32 judul buku, Belanda 30 buku, Prancis 30 buku, Jepang 22 buku, Swiss 15 buku, Kanada 13 buku, Rusia 12 buku, Brunei 7 buku, Singapura 6 buku, Thailand 5 buku, dan Indonesia 0 buku.
Kita seharusnya belajar dari negara-negara lain sebut saja Jepang dan Malaysia. Di Jepang ada prinsip teman duduk terbaik adalah buku. Di tempat-tempat umum kebiasan membaca sangat terpelihara, bahkan sepuluh menit sebelum kegiatan belajar mengajar siswa diwajibkan untuk membaca terlebih dahulu. Sejak Restorasi Meiji, Jepang mempunyai tekad mengejar kemajuan kebudayaan barat. Ribuan buku diterjemahkan dari bahasa asing ke bahasa Jepang. Begitu juga produktivitas menulis masyarakatnya perlu diapresiasi, tercatat puluhan juta eksemplar surat kabar terbit setiap hari, ribuan juta eksemplar majalah terbit setiap bulan, dan hampir satu milyar juta eksemplar buku terbit setiap tahun.
Pada tahun 70-an Malaysia mengimpor guru dari Indonesia. Berkat kegigihan dan kesungguhan semua elemen menjadikan Malaysia sebagai negara yang diperhitungkan di dunia bahkan mengalahkan Indonesia.
Untuk merespons data di atas perpustakaan memiliki peran penting dalam menanggulangi masalah tersebut. Perpustakaan efektif menambah pengetahuan. Berbeda dengan di sekolah, di perpustakaan kita dapat menambah wawasan kita dan memilih pustaka sesuai minat yang kita inginkan. 
Greenlagh dan kawan-kawan menyajikan perpustakaan dalam pandangan yang menarik :
“Perpustakaan adalah tempat yang jauh dari gaduh. Instruksi tak tertulis ini tidak dimiliki di tempat lain. Tempat yang demokratis sekaligus tidak mengikat pengguna pada afiliasi partai apapun. Tempat untuk mendapatkan hak untuk mengetahui sesuatu. Tempat dimana anak-anak menikmati sentuhan pertamanya kepada literasi. Tempat yang dapat membuka cakrawala dunia karena koran-koran dan majalah disediakan, novel bercitarasa daerah, lokal dapat dinikmati sambil santai bersama sanak famili, mencari bacaan sesuai umur dan kesukaan. (Greenlagh, Warpole and Landry : 1995).”
Demikianlah perpustakaan, jika ia dapat dimanfaatkan dengan baik, pembangunan yang unggul adalah sebuah keniscayaan.
 Sebenarnya di Indonesia, perpustakaan sudah dipayungi dalam UU no 43 tahun 2007, bahwa:
Perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka.”
Di Tasikmalaya sendiri minat membaca masih tergolong rendah dan tingkat kunjungan masyarakat terhadap perpustakaan masih cenderung sedikit. Ini adalah pekerjaan kita semua, apalagi pada tahun ini −tahun 2012− akan diadakan pemilihan kepala daerah. Diharapakan  dengan terpilihnya kepala daerah yang baru semoga dapat menjadikan  peningkatkan minat baca−khususnya pendayagunaan perpustakaan− sebagai salah satu prioritas utama programnya.
Ada beberapa strategi untuk mengembangkan perpustakaan yang bisa dilakukan oleh pemerintah.
Langkah pertama adalah pemerintah harus memberikan pendidikan dan sosialisasi mengenai perpustakaan, bahwa perpustakaan adalah suatu hal yang penting dalam meningkatkan wawasan dan pola pikir. Wawasan dan pola pikir ini tidak hanya sebagai konsumsi sendiri namun diperlukan juga dalam berlangsungnya kegiatan pemerintahan. Karena dengan berkembangnya pola pikir individu, akan menghasilkan keterampilan literasi yang baik. Keterampilan literasi adalah suatu kebutuhan masyarakat agar mampu berpartisipasi dalam memberikan  keputusan sosial secara bertanggung jawab dan menyumbangkan pemikiran kritis yang dibutuhkan dalam stabilisasi pemerintahan.
Langkah kedua, pemerintah diupayakan harus bisa memperluas jangkauan layanan perpustakaan hingga ke tingkat yang terkecil −desa/kelurahan− pemerintahan. Langkah ini untuk memudahkan masyarakat untuk menjangkaunya. Usahakan tempat dapat terjangkau melalui transportasi umum.
Ketiga, pemerintah harus bekerjasama dengan orangtua agar bisa menjadi teladan untuk anak-anaknya. Orangtua diharuskan memiliki minat baca yang baik dan bisa mengingatkan dan mengawasi anak-anaknya agar membiasakan budaya membaca melalui perpustakaan.
Selanjutnya, pemerintah harus meningkatkan pelayanan dan kenyamanan dalam membaca baik dalam pelayanan karyawan maupun sarana dan prasarana. Kita contoh perpustakaan yang pernah dimuat di Republika bernama Perpustakaan Kineruku. Kineruku didesain sedemikian rupa sehingga pengunjungnya serasa berada di rumah sendiri. Pengunjung bisa membaca di sofa-sofa empuk, bahkan di taman belakang dengan pepohonan yang rindang. Di teras ada beberapa balok kayu tipis. Di situ tertulis menu-menu makanan kecil yang ada beserta harganya.Selain sebagai tempat membaca Kineruku dipakai juga dalam event-event seperti dialog, talkshow atau konser musik melankolis sekalipun. Pada intinya dalam membuat perpustakaan kita tidak hanya mendirikan yang biasa saja, namun perlunada inovasi dalam pelayanan dan manajemen yang dapat menjadikan perpustakaan sebagai tempat yang dirindukan dan disenangi oleh banyak orang.
Langkah terakhir yang bisa dijadikan salah satu alternatif strategi adalah pemerintah menyelenggarakan apresiasi kepada kelurahan/kecamatan yang perpustakaannya memiliki indeks pengunjung yang tertinggi. Ini juga berlaku untuk sekolah-sekolah dan perguruan tinggi di Kota Tasikmalaya. Dengan adanya apresiasi ini diharapkan pemerintah di tingkat kelurahan dan kecamatan ataupun sekolah dan perguruan tinggi ikut tergerak hatinya dalam mendayagunakan perpustakaan di daerah atau tempatnya masing-masing.
Saya mengharapkan tulisan ini bisa memotivasi para pembaca dan menjadi saran pribadi dari saya  kepada kepala daerah terpilih Kota Tasikmalaya yang akan datang agar lebih memberikan prioritas kepada peningkatan minat baca di Kota Tasikmalaya dan menjadikan Tasikmalaya sebagai Kota percontohan nasional atas pendayagunaan perpustakaannya.
Saya yakin jika ada keyakinan dan kemauan yang keras, kita bisa mewujudkan program-program di atas, karena harapan itu akan selalu ada.
Bangkitlah Negeriku
Harapan itu masih ada
Berjuanglah Bangsaku
Jalan itu masih terbentang
(Shoutul Harokah- Harapan itu Masih Ada)


Adam Raka Ekasara
XII IPA 1
SMA Al-Muttaqin Tasikmalaya

*Diikutsertakan pada Lomba Esai GERBATAMA UI 2011. Memperoleh predikat juara 1. 

Kamis, 05 Januari 2012

Forum OSIS Nusantara

SEJARAH
Forum OSIS Nusantara (FON) didirikan pada tanggal 11 Oktober 2011 pada Student Conference yang merupakan salah satu bagian dari acara Indonesia Student Leadership Camp UI 2011. FON didirikan oleh 99 Ketua OSIS yang berasal dari 25 Provinsi di Indonesia dan menghasilkan Deklarasi ISLC 99.


VISI
"Terwujudnya pemuda aktif, kritis, inovatif menuju transformasi peradaban Indonesia yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila"

*sempat aktif menjadi Pengurus Pusat sebagai Koordinator Pencegahan Korupsi di periode pertama.

Senin, 02 Januari 2012

Sekolah untuk Para Pemimpi-N

            “Terdengarlah sebuah kabar yang mengguncangkan langit dan bumi. Kabar itu berasal dari dunia binatang. Menurut cerita, para binatang besar ingin membuat sekolah untuk para binatang kecil. Mereka, para binatang besar itu, berencana menciptakan sebuah sekolah yang di dalamnya akan diajarkan mata pelajaran memanjat, terbang, berlari, berenang, dan menggali.
            Anehnya, mereka tidak dapat mengambil kata sepakat tentang subjek mana yang paling penting. Mereka akhirnya memutuskan agar semua murid mengikuti seluruh mata pelajaran yang diajarkan. Jadi, setiap murid harus mengikuti mata pelajaran memanjat, terbang, berlari, berenang, dan menggali.
            Sekolah pun dibuka dan menerima murid dari pelosok-pelosok hutan. Saat awal-awal dikabarkan bahwa sekolah berjalan lancar. Seluruh murid dan pengajar di sekolah itu menikmati segala kebaruan dan keceriaan. Hingga tibalah pada suatu hari yang mengubah keadaan sekolah itu.
            Tersebutlah salah satu murid bernama Kelinci. Kelinci jelas adalah binatang yang piawai berlari. Ketika mengikuti kelas berenang, Kelinci ini hampir tenggelam. Pengalaman mengikuti kelas berenang ternyata mengguncang batinnya. Lantaran sibuk mengurusi pelajaran berenang, si Kelinci ini pun tak pernah lagi dapat berlari secepat sebelumnya.
            Hal yang serupa dialami oleh siswa yang bernama Elang. Elang, jelas, sangat pandai terbang. Namun, ketika mengikuti kelas menggali, si Elang ini tidak mampu menjalankan tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Akhirnya, ia pun harus mengikuti les perbaikan menggali. Les itu ternyata menyita waktunya sehingga ia pun melupakan cara terbang yang sebelumnya sangat dikuasainya.
            Demikianlah, kesulitan demi kesulitan ternyata melanda juga ke diri binatang-bintang lain, seperti bebek, burung pipit, bunglon, ular, dan binatang-binatang kecil lain. Para binatang kecil itu tidak mempunyai kesempatan lagi untuk berprestasi dalam bidang keahlian mereka masing-masing. Ini lantaran mereka dipaksakan melakukan hal-hal yang tidak menghargai sifat alami mereka.
            Setelah kejadian yang dialami para siswa, ada kejadian lain yang memusingkan pengelola sekolah yaitu para binatang besar yang menjadi pengajar, terlalu sering izin dengan alasan mencari makanan untuk anak-anaknya di rumah. Akhirnya sekolah pun tidak kondusif dan terancam bubar.”  
            Dongeng di atas merupakan salah satu kisah yang menarik dalam dunia pendidikan kita untuk kita ambil hikmah dan pelajaran juga latar belakang pembahasan selanjutnya.
Sebelum pergi ke aspek Sekolah Impian baiknya kita telusuri dulu apa itu pengertian sekolah. Sekolah itu merupakan alat sosial. Yang perlu digarisbawahi adalah sekolah merupakan amanat masyarakat yang dibuat dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Jika dilihat potensinya sekolah merupakan simbiosis mutualisme yang berpengaruh bagi semua pihak. Perlu diingat juga sekolah—lebih tepatnya pendidikan—merupakan pondasi kuat untuk pembangunan sebuah bangsa.
            Sekolah impian bisa didefinisikan sebagai sekolah yang dijadikan teladan oleh sekolah lain karena memiliki kualitas yang baik dan memiliki output yang berkualitas. Yang menjadi masalah sekarang adalah apa saja kriteria yang harus dimiliki sehingga suatu sekolah dikatakan menjadi sekolah impian. Di sini saya akan mencoba menerangkan gagasan saya mengenai kriteria sekolah impian.
            Hal yang pertama yang harus dimiliki sekolah adalah sekolah tersebut memiliki visi, misi, tujuan jelas. Tidak hanya idealis tapi juga realistis dan dapat dijangkau dengan langkah-langkah strategis. Hal ini penting karena menjadi pedoman awal masyarakat dalam memilih sekolah juga patokan bagi warga sekolah sebagai cita-cita yang akan dicapai.
            Selanjutnya, hal yang kedua yang penting dimiliki, sekolah itu harus memiliki konsep pembentukan karakter yang baik. Karena inilah salah satu konsep terpenting tujuan pendidikan di Indonesia. Pembentukan kepribadian diawali teladan yang baik dari pimpinan sekolah kemudian diturunkan kepada guru dan teladan guru inilah yang menyebarkan teladannya kepada para siswanya. Hal terpenting yang harus terbentuk dari pembentukan karakter ini adalah nilai-nilai kejujuran yang kini mulai terkikis—bahkan hampir punah—yang menyebabkan tidak berkembangnya suatu negara. Salah satu hal yang sering diakukan adalah budaya menyontek yang sering dilakukan oleh sejumlah siswa. Maka tak heranlah jika kini pemerintah—khususnya KPK—kewalahan menangani korupsi di Indonesia lah wong dari kecilnya saja terbiasa nyontek maka perilaku KKN saat usianya sudah dewasa menjadi hal yang tidak aneh. Di sinilah peran sekolah sebagai pembentuk karakter diuji. Kadang-kadang saya sering berpikir dalam hati untuk apa sekolah itu mengadakan yang namanya Masa Orientasi Sekolah—selanjutnya disebut MOS— jika nilai dan manfaat yang dihasilkannya—lebih jauh lagi output kepribadian anak—kurang memuaskan bahkan tidak mengalami peningkatan karena dilaksanakan hanya dalam waktu yang singkat. Saran saya,  untuk meningkatkan kualitas karakter maka yang namanya MOS itu sebaiknya berlangsung selama satu semester. Jadi dalam satu tahun itu sekolah membuat panitia khusus yang tugasnya mengevaluasi dan mengendalikan akhlak para calon siswa sehingga sesuai dengan apa yang menjadi cita-cita sekolah. Dengan demikian jika ada pelanggaran sedikit saja calon siswa dimungkinkan untuk dikeluarkan atau dipindahkan dari sekolahnya. Ini akan mendorong siswa baru untuk berbuat sesuai yang diharapkan. Selanjutnya ketika selesai MOS maka calon siswa dinyatakan sebagai siswa resmi sekolah, maka sekolah harus berkonsentrasi untuk mempertahankan karakter yang dimiliki dengan membuat semacam Buku Harian—tapi bukan berisi catatan pelanggaran yang ditonjolkan­—yaitu buku amalan sehari-hari kegiatan siswa prestatif artinya setiap kegiatan yang bermanfaat bahkan hingga membuang sampah sekalipun patut diberikan poin positif. Nah sekarang konteks penilaian kita coba balik yaitu kalau biasanya ketika poin (-200) siswa terancam dikeluarkan maka seharusnya polanya diganti menjadi poin minimal misalkan (+500) dikatakan berakhlak biasa, {x > (+500)} akhlak terpuji,             {(+200) ≤ x < (+500)} kurang terpuji, ketika mencapai              {x < (+200)} baru para siswa terancam dikeluarkan, kemudian kita pun mesti memberikan penghargaan pada siswa yang memiliki poin tertinggi, maka sudah sepantasnya kalau sepuluh orang terpuji tiap angkatan diberikan penghargaan setiap bulannya. Kalau pola penilaiannya seperti ini saya kira para siswa mendengar kata “peraturan” itu tidak menjadi ketakutan, melainkan menjadi semangat untuk melaksanakan kebaikan dan siswa enjoy untuk menaati peraturan karena orientasinya bukan pada pelanggaran melainkan negasi dari elanggaran tersebut. Itu mungkin salah satu contoh sederhana dari pola pengembangan karakter dan tentu saja masih banyak yang bisa dikembangkan.
            Ketiga, kriteria sekolah impian itu adalah sekolah yang dapat mengembangkan bakat dan minat siswanya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Bakat adalah dasar yang dibawa dari lahir sedangkan Minat adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Baik, jika kita kembali kepada konteks dongeng di awal, Kancil dan Elang bukannya tidak bisa belajar atau bodoh, melainkan bahwa setiap individu itu memiliki pendekatan yang berbeda-beda. Maka di sini diperlukan peran guru dalam mengetahui potensi terbesar murid-muridnya. Thomas Armstrong dalam Teori Kecerdasan Majemuk menyebutkan bahwa ada delapan strategi pengajaran diantaranya pengajaran untuk kecerdasan linguistik, pengajaran untuk kecerdasan matematis-logis, pengajaran untuk kecerdasan spasial, pengajaran untuk kecerdasan kinestetis, pengajaran untuk kecerdasan musik, pengajaran untuk kecerdasan interpersonal, pengajaran untuk kecerdasan intrapersonal, pengajaran untuk kecerdasan naturalis.(Untuk lebih lanjut silahkan baca Sekolah Para Juara; Menerapkan Multiple Intelligences Di Dunia Pendidikan karangan Thomas Armstrong terbitan Kaifa tahun 2003) Masing-masing strategi pengajaran memiliki konsep-konsep tersendiri dalam pengajarannya. Oleh karena itu seorang guru harus menguasai dan mengetahui kecerdasan dominan dari setiap anak didiknya. Selain itu jika ada minat siswa dalam suatu hal maka sekolah impian senantiasa menyalurkannya dan disinilah mungkin fungsi trilogi pendidikan ala Ki Hajar Dewantara bisa digunakan diantaranya Ing Ngarso Sing Tuladha, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani.
            Keempat, kriteria sekolah impian menurut saya adalah sekolah yang tidak berorientasi pada nilai. Tersambung dari ide nomor satu bahwa nilai inilah yang membuat siswa-siswa kita ini memiliki sikap curang, suka menyontek, menghalalkan segala cara, dan pribadi yang mudah stress apabila keinginannya tidak tercapai. Ini PR kita bersama,dan saya berpendapat nilai memang bukanlah segala-galanya, tapi dengan  kondisi sekarang ini segala-segalanya adalah nilai. Kita harus kembali kepada substansi awal bahwa yang kita cari dalam dunia pendidikan ini adalah keterampilan dan kompetensi yang akan digunakan di masa kini dan masa yang akan datang. Salah satu hal yang saya pikirkan adalah konsep pendidikan sekolah dasar dan menengah kita samakan saja dengan konsep di perguruan tinggi, artinya diberlakukan SKS dan nilai diberlakukan dengan huruf. Ini mungkin bisa dijadikan solusi terbaik untuk akhir-akhir ini, dan mungkin Ujian Nasional itu perlu dikaji kembali keberadaannya.
            Saya sepakat dengan kutipan guru saya yang selalu saya ingat bahwa “Ujian itu bukanlah segalanya karena ketika kita tidak lulus  UN masih ada paket C dan meski lulus UN pun tidak akan menjamin kita akan sukses di kemudian hari.” Ada lanjutannya lagi lho “ Ikut UN juga tidak wajib ini kan?” Kalu dilihat atau didengar memang terasa aneh tapi kalau dihayati memang ada benarnya juga bahwa kita tidak mesti harus selesai tepat waktu, permasalahannya ketika kita sudah dinyatakan lulus, apakah kita memiliki kompetensi yang cukup untuk melanjutkan ke perguruan tinggi atau bahkan bekerja dalam suatu instansi? Yah mungkin ini bisa menjadi renungan kita bersama yang pasti sekolah impian menurut saya tidak harus selalu berorientasi kepada nilai.
            Kelima, kriteria sekolah impian adalah sekolah yang biayanya dapat terjangkau oleh siswa-siswanya. Saya sangat mengapresiasi kepada sebuah perguruan tinggi negeri di ibukota yang memberlakukan Biaya Operasonal Pendidikan Berkeadilan(selanjutnya disebut BOP Berkeadilan). Dalam BOP Berkeadilan terjadi saling mengerti dan menghargai artinya ada subsidi silang diantara peserta didik. Bahkan dengan BOP Berkeadilan ini siswa yang dalam keadaannya dalam kondisi kurang beruntung dimungkinkan mendapat beasiswa. Ada baiknya kebijakan ini ditiru oleh para sekolah-sekolah yang ada.
            Selanjutnya kriteria keenam, sebuah sekolah impian  harus dapat menjamin kesejahteraan gurunya. Jika melihat kembali dongeng di awal kita bisa mencermati bahwa pengelola sekolah merasa kebingungan karena para binatang besar yang menjadi gurunya banyak yang izin karena akan mencari makanan untuk keluarganya. Jadi disini kita harus memiliki sikap toleransi dan saling mengerti  di satu sisi kita harus memperhatikan keadilan dalam penentuan iuran bagi siswa tapi di sisi lain kita juga harus memikirkan kesejahteraan guru. Mengapa guru harus terjamin kesejahteraanya? Ini karena fokus perhatian seorang guru tidak hanya kepada siswa atau anak didiknya di sekolah, mereka masih harus memikirkan kehidupan pribadi dan keluarganya. Artinya jika kesejahteraan terjamin maka fokus guru untuk mengajar pun bisa terjamin dan ini sangat berakibat kepada output anak didik.
            Terakhir, kriteria yang tidak bisa dipungkiri bahwa sebuah sekolah impian sudah sewajarnya untuk memiliki sarana dan prasarana yang lengkap. Kriteria ketujuh ini menjadi pelengkap enam kriteria sebelumnya sehingga membuat siswa nyaman dan dapat mengeksplorasi segala hal yang berkaitan dengan pendidikan dengan mudah.
            Tujuh kriteria di atas tidak akan tercapai tanpa ada kerjasama dari semua pihak yang bersangkutan. Tak dapat dipungkiri juga bahwa untuk menemukan sekolah impian itu sangat sulit dan hampir tidak ada, tapi ini bukan berarti kita tidak bisa membangunnya, karena kita itu adalah makhluk Allah yang senantiasa berpikir apalagi niat kita adalah niat yang tulus maka selalu ingat bahwa Allah berfirman dalam Quran:
“Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu” (QS. Muhammad ayat 7)
“Sesungguhnya urusan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu Dia hanya berkata kepadanya, “Jadilah!” Maka jadilah sesuatu itu” (QS. Yasin ayat 82)       
            Saya memberi judul di atas adalah “Sekolah Impian untuk Para Pemimpi-N” karena sesungguhnya apabila sekolah impian dengan kriteria di atas terpenuhi saya yakin sekolah tersebut dapat menghasilkan output yang baik yaitu para pemimpi-pemimpi yang memiliki huruf N di belakangnya. Semua orang di dunia ini terlahir sebagai dan untuk menjadi pemimpin dan secara kebetulan dalam perbendaharaan bahasa Indonesia ada sebuah kecocokan dan kedekatan antara Pemimpi dan Pemimpin ,   dan memang pemimpin itu berawal dari pemimpi yang memiliki huruf N di belakangnya dimana N itu adalah sebuah kerja keras dan perjuangan yang dapat merubah mimpi menjadi kenyataan.
            Barangkali kriteria-kriteria di atas belum terpenuhi di sekolah-sekolah teman-teman, tapi kita tetap mesti bersyukur, kita telah diberikan kekuatan oleh Allah untuk bersekolah dan tentu para pengelola sekolah juga tetap berusaha mengembangkan sekolahnya menuju ke arah yang lebih baik. Intinya kita harus bersyukur dengan sekolah kita sekarang, dan tetap berusaha sekuat tenaga mengembangkan, menjaga dan mengharumkan nama baik sekolah kita.
"…boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak Mengetahui." (QS: Al Baqarah: 216)
                                                                                                    Tasikmalaya, 20 Desember 2011

Dipersembahkan untuk kedua orang tua kandungku, Agung Asriadi dan Ika Sartika.
Untuk almamaterku tercinta.
Untuk para guru inspiratorku Pak In-in Kadarsolihin, Pak Agus Sulistyo, Pak Asep Solihin, Bu Maya Mulyani, Bu Yayu Faturrakhman, Pak Marno Sumarno dan guru super lainnya yang tak bisa disebutkan satu persatu.
Untuk para teman sekelasku di XII IPA 1, Ibu KM (Cindy C), Achmad, Achel, Agus, Anggi, Byas, Cecep, Cherya, Citra, Dini, Farah, Husni, Igar,  Inayatul, Jamilah, Jihan, Lika, Nisvi, Rafdy, Rahmi, Rini, Salman, Sri Ayu, Tia, Yuli.


*Diikutsertakan dalam Lomba Esai tingkat SMA Al-Muttaqin saat pekan kreativitas sekolah. Memperoleh predikat juara 1