"Kuntum Khaira Ummatin Ukhrijat Linnas"


Kamis, 05 Januari 2012

Forum OSIS Nusantara

SEJARAH
Forum OSIS Nusantara (FON) didirikan pada tanggal 11 Oktober 2011 pada Student Conference yang merupakan salah satu bagian dari acara Indonesia Student Leadership Camp UI 2011. FON didirikan oleh 99 Ketua OSIS yang berasal dari 25 Provinsi di Indonesia dan menghasilkan Deklarasi ISLC 99.


VISI
"Terwujudnya pemuda aktif, kritis, inovatif menuju transformasi peradaban Indonesia yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila"

*sempat aktif menjadi Pengurus Pusat sebagai Koordinator Pencegahan Korupsi di periode pertama.

Senin, 02 Januari 2012

Sekolah untuk Para Pemimpi-N

            “Terdengarlah sebuah kabar yang mengguncangkan langit dan bumi. Kabar itu berasal dari dunia binatang. Menurut cerita, para binatang besar ingin membuat sekolah untuk para binatang kecil. Mereka, para binatang besar itu, berencana menciptakan sebuah sekolah yang di dalamnya akan diajarkan mata pelajaran memanjat, terbang, berlari, berenang, dan menggali.
            Anehnya, mereka tidak dapat mengambil kata sepakat tentang subjek mana yang paling penting. Mereka akhirnya memutuskan agar semua murid mengikuti seluruh mata pelajaran yang diajarkan. Jadi, setiap murid harus mengikuti mata pelajaran memanjat, terbang, berlari, berenang, dan menggali.
            Sekolah pun dibuka dan menerima murid dari pelosok-pelosok hutan. Saat awal-awal dikabarkan bahwa sekolah berjalan lancar. Seluruh murid dan pengajar di sekolah itu menikmati segala kebaruan dan keceriaan. Hingga tibalah pada suatu hari yang mengubah keadaan sekolah itu.
            Tersebutlah salah satu murid bernama Kelinci. Kelinci jelas adalah binatang yang piawai berlari. Ketika mengikuti kelas berenang, Kelinci ini hampir tenggelam. Pengalaman mengikuti kelas berenang ternyata mengguncang batinnya. Lantaran sibuk mengurusi pelajaran berenang, si Kelinci ini pun tak pernah lagi dapat berlari secepat sebelumnya.
            Hal yang serupa dialami oleh siswa yang bernama Elang. Elang, jelas, sangat pandai terbang. Namun, ketika mengikuti kelas menggali, si Elang ini tidak mampu menjalankan tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Akhirnya, ia pun harus mengikuti les perbaikan menggali. Les itu ternyata menyita waktunya sehingga ia pun melupakan cara terbang yang sebelumnya sangat dikuasainya.
            Demikianlah, kesulitan demi kesulitan ternyata melanda juga ke diri binatang-bintang lain, seperti bebek, burung pipit, bunglon, ular, dan binatang-binatang kecil lain. Para binatang kecil itu tidak mempunyai kesempatan lagi untuk berprestasi dalam bidang keahlian mereka masing-masing. Ini lantaran mereka dipaksakan melakukan hal-hal yang tidak menghargai sifat alami mereka.
            Setelah kejadian yang dialami para siswa, ada kejadian lain yang memusingkan pengelola sekolah yaitu para binatang besar yang menjadi pengajar, terlalu sering izin dengan alasan mencari makanan untuk anak-anaknya di rumah. Akhirnya sekolah pun tidak kondusif dan terancam bubar.”  
            Dongeng di atas merupakan salah satu kisah yang menarik dalam dunia pendidikan kita untuk kita ambil hikmah dan pelajaran juga latar belakang pembahasan selanjutnya.
Sebelum pergi ke aspek Sekolah Impian baiknya kita telusuri dulu apa itu pengertian sekolah. Sekolah itu merupakan alat sosial. Yang perlu digarisbawahi adalah sekolah merupakan amanat masyarakat yang dibuat dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Jika dilihat potensinya sekolah merupakan simbiosis mutualisme yang berpengaruh bagi semua pihak. Perlu diingat juga sekolah—lebih tepatnya pendidikan—merupakan pondasi kuat untuk pembangunan sebuah bangsa.
            Sekolah impian bisa didefinisikan sebagai sekolah yang dijadikan teladan oleh sekolah lain karena memiliki kualitas yang baik dan memiliki output yang berkualitas. Yang menjadi masalah sekarang adalah apa saja kriteria yang harus dimiliki sehingga suatu sekolah dikatakan menjadi sekolah impian. Di sini saya akan mencoba menerangkan gagasan saya mengenai kriteria sekolah impian.
            Hal yang pertama yang harus dimiliki sekolah adalah sekolah tersebut memiliki visi, misi, tujuan jelas. Tidak hanya idealis tapi juga realistis dan dapat dijangkau dengan langkah-langkah strategis. Hal ini penting karena menjadi pedoman awal masyarakat dalam memilih sekolah juga patokan bagi warga sekolah sebagai cita-cita yang akan dicapai.
            Selanjutnya, hal yang kedua yang penting dimiliki, sekolah itu harus memiliki konsep pembentukan karakter yang baik. Karena inilah salah satu konsep terpenting tujuan pendidikan di Indonesia. Pembentukan kepribadian diawali teladan yang baik dari pimpinan sekolah kemudian diturunkan kepada guru dan teladan guru inilah yang menyebarkan teladannya kepada para siswanya. Hal terpenting yang harus terbentuk dari pembentukan karakter ini adalah nilai-nilai kejujuran yang kini mulai terkikis—bahkan hampir punah—yang menyebabkan tidak berkembangnya suatu negara. Salah satu hal yang sering diakukan adalah budaya menyontek yang sering dilakukan oleh sejumlah siswa. Maka tak heranlah jika kini pemerintah—khususnya KPK—kewalahan menangani korupsi di Indonesia lah wong dari kecilnya saja terbiasa nyontek maka perilaku KKN saat usianya sudah dewasa menjadi hal yang tidak aneh. Di sinilah peran sekolah sebagai pembentuk karakter diuji. Kadang-kadang saya sering berpikir dalam hati untuk apa sekolah itu mengadakan yang namanya Masa Orientasi Sekolah—selanjutnya disebut MOS— jika nilai dan manfaat yang dihasilkannya—lebih jauh lagi output kepribadian anak—kurang memuaskan bahkan tidak mengalami peningkatan karena dilaksanakan hanya dalam waktu yang singkat. Saran saya,  untuk meningkatkan kualitas karakter maka yang namanya MOS itu sebaiknya berlangsung selama satu semester. Jadi dalam satu tahun itu sekolah membuat panitia khusus yang tugasnya mengevaluasi dan mengendalikan akhlak para calon siswa sehingga sesuai dengan apa yang menjadi cita-cita sekolah. Dengan demikian jika ada pelanggaran sedikit saja calon siswa dimungkinkan untuk dikeluarkan atau dipindahkan dari sekolahnya. Ini akan mendorong siswa baru untuk berbuat sesuai yang diharapkan. Selanjutnya ketika selesai MOS maka calon siswa dinyatakan sebagai siswa resmi sekolah, maka sekolah harus berkonsentrasi untuk mempertahankan karakter yang dimiliki dengan membuat semacam Buku Harian—tapi bukan berisi catatan pelanggaran yang ditonjolkan­—yaitu buku amalan sehari-hari kegiatan siswa prestatif artinya setiap kegiatan yang bermanfaat bahkan hingga membuang sampah sekalipun patut diberikan poin positif. Nah sekarang konteks penilaian kita coba balik yaitu kalau biasanya ketika poin (-200) siswa terancam dikeluarkan maka seharusnya polanya diganti menjadi poin minimal misalkan (+500) dikatakan berakhlak biasa, {x > (+500)} akhlak terpuji,             {(+200) ≤ x < (+500)} kurang terpuji, ketika mencapai              {x < (+200)} baru para siswa terancam dikeluarkan, kemudian kita pun mesti memberikan penghargaan pada siswa yang memiliki poin tertinggi, maka sudah sepantasnya kalau sepuluh orang terpuji tiap angkatan diberikan penghargaan setiap bulannya. Kalau pola penilaiannya seperti ini saya kira para siswa mendengar kata “peraturan” itu tidak menjadi ketakutan, melainkan menjadi semangat untuk melaksanakan kebaikan dan siswa enjoy untuk menaati peraturan karena orientasinya bukan pada pelanggaran melainkan negasi dari elanggaran tersebut. Itu mungkin salah satu contoh sederhana dari pola pengembangan karakter dan tentu saja masih banyak yang bisa dikembangkan.
            Ketiga, kriteria sekolah impian itu adalah sekolah yang dapat mengembangkan bakat dan minat siswanya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Bakat adalah dasar yang dibawa dari lahir sedangkan Minat adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Baik, jika kita kembali kepada konteks dongeng di awal, Kancil dan Elang bukannya tidak bisa belajar atau bodoh, melainkan bahwa setiap individu itu memiliki pendekatan yang berbeda-beda. Maka di sini diperlukan peran guru dalam mengetahui potensi terbesar murid-muridnya. Thomas Armstrong dalam Teori Kecerdasan Majemuk menyebutkan bahwa ada delapan strategi pengajaran diantaranya pengajaran untuk kecerdasan linguistik, pengajaran untuk kecerdasan matematis-logis, pengajaran untuk kecerdasan spasial, pengajaran untuk kecerdasan kinestetis, pengajaran untuk kecerdasan musik, pengajaran untuk kecerdasan interpersonal, pengajaran untuk kecerdasan intrapersonal, pengajaran untuk kecerdasan naturalis.(Untuk lebih lanjut silahkan baca Sekolah Para Juara; Menerapkan Multiple Intelligences Di Dunia Pendidikan karangan Thomas Armstrong terbitan Kaifa tahun 2003) Masing-masing strategi pengajaran memiliki konsep-konsep tersendiri dalam pengajarannya. Oleh karena itu seorang guru harus menguasai dan mengetahui kecerdasan dominan dari setiap anak didiknya. Selain itu jika ada minat siswa dalam suatu hal maka sekolah impian senantiasa menyalurkannya dan disinilah mungkin fungsi trilogi pendidikan ala Ki Hajar Dewantara bisa digunakan diantaranya Ing Ngarso Sing Tuladha, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani.
            Keempat, kriteria sekolah impian menurut saya adalah sekolah yang tidak berorientasi pada nilai. Tersambung dari ide nomor satu bahwa nilai inilah yang membuat siswa-siswa kita ini memiliki sikap curang, suka menyontek, menghalalkan segala cara, dan pribadi yang mudah stress apabila keinginannya tidak tercapai. Ini PR kita bersama,dan saya berpendapat nilai memang bukanlah segala-galanya, tapi dengan  kondisi sekarang ini segala-segalanya adalah nilai. Kita harus kembali kepada substansi awal bahwa yang kita cari dalam dunia pendidikan ini adalah keterampilan dan kompetensi yang akan digunakan di masa kini dan masa yang akan datang. Salah satu hal yang saya pikirkan adalah konsep pendidikan sekolah dasar dan menengah kita samakan saja dengan konsep di perguruan tinggi, artinya diberlakukan SKS dan nilai diberlakukan dengan huruf. Ini mungkin bisa dijadikan solusi terbaik untuk akhir-akhir ini, dan mungkin Ujian Nasional itu perlu dikaji kembali keberadaannya.
            Saya sepakat dengan kutipan guru saya yang selalu saya ingat bahwa “Ujian itu bukanlah segalanya karena ketika kita tidak lulus  UN masih ada paket C dan meski lulus UN pun tidak akan menjamin kita akan sukses di kemudian hari.” Ada lanjutannya lagi lho “ Ikut UN juga tidak wajib ini kan?” Kalu dilihat atau didengar memang terasa aneh tapi kalau dihayati memang ada benarnya juga bahwa kita tidak mesti harus selesai tepat waktu, permasalahannya ketika kita sudah dinyatakan lulus, apakah kita memiliki kompetensi yang cukup untuk melanjutkan ke perguruan tinggi atau bahkan bekerja dalam suatu instansi? Yah mungkin ini bisa menjadi renungan kita bersama yang pasti sekolah impian menurut saya tidak harus selalu berorientasi kepada nilai.
            Kelima, kriteria sekolah impian adalah sekolah yang biayanya dapat terjangkau oleh siswa-siswanya. Saya sangat mengapresiasi kepada sebuah perguruan tinggi negeri di ibukota yang memberlakukan Biaya Operasonal Pendidikan Berkeadilan(selanjutnya disebut BOP Berkeadilan). Dalam BOP Berkeadilan terjadi saling mengerti dan menghargai artinya ada subsidi silang diantara peserta didik. Bahkan dengan BOP Berkeadilan ini siswa yang dalam keadaannya dalam kondisi kurang beruntung dimungkinkan mendapat beasiswa. Ada baiknya kebijakan ini ditiru oleh para sekolah-sekolah yang ada.
            Selanjutnya kriteria keenam, sebuah sekolah impian  harus dapat menjamin kesejahteraan gurunya. Jika melihat kembali dongeng di awal kita bisa mencermati bahwa pengelola sekolah merasa kebingungan karena para binatang besar yang menjadi gurunya banyak yang izin karena akan mencari makanan untuk keluarganya. Jadi disini kita harus memiliki sikap toleransi dan saling mengerti  di satu sisi kita harus memperhatikan keadilan dalam penentuan iuran bagi siswa tapi di sisi lain kita juga harus memikirkan kesejahteraan guru. Mengapa guru harus terjamin kesejahteraanya? Ini karena fokus perhatian seorang guru tidak hanya kepada siswa atau anak didiknya di sekolah, mereka masih harus memikirkan kehidupan pribadi dan keluarganya. Artinya jika kesejahteraan terjamin maka fokus guru untuk mengajar pun bisa terjamin dan ini sangat berakibat kepada output anak didik.
            Terakhir, kriteria yang tidak bisa dipungkiri bahwa sebuah sekolah impian sudah sewajarnya untuk memiliki sarana dan prasarana yang lengkap. Kriteria ketujuh ini menjadi pelengkap enam kriteria sebelumnya sehingga membuat siswa nyaman dan dapat mengeksplorasi segala hal yang berkaitan dengan pendidikan dengan mudah.
            Tujuh kriteria di atas tidak akan tercapai tanpa ada kerjasama dari semua pihak yang bersangkutan. Tak dapat dipungkiri juga bahwa untuk menemukan sekolah impian itu sangat sulit dan hampir tidak ada, tapi ini bukan berarti kita tidak bisa membangunnya, karena kita itu adalah makhluk Allah yang senantiasa berpikir apalagi niat kita adalah niat yang tulus maka selalu ingat bahwa Allah berfirman dalam Quran:
“Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu” (QS. Muhammad ayat 7)
“Sesungguhnya urusan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu Dia hanya berkata kepadanya, “Jadilah!” Maka jadilah sesuatu itu” (QS. Yasin ayat 82)       
            Saya memberi judul di atas adalah “Sekolah Impian untuk Para Pemimpi-N” karena sesungguhnya apabila sekolah impian dengan kriteria di atas terpenuhi saya yakin sekolah tersebut dapat menghasilkan output yang baik yaitu para pemimpi-pemimpi yang memiliki huruf N di belakangnya. Semua orang di dunia ini terlahir sebagai dan untuk menjadi pemimpin dan secara kebetulan dalam perbendaharaan bahasa Indonesia ada sebuah kecocokan dan kedekatan antara Pemimpi dan Pemimpin ,   dan memang pemimpin itu berawal dari pemimpi yang memiliki huruf N di belakangnya dimana N itu adalah sebuah kerja keras dan perjuangan yang dapat merubah mimpi menjadi kenyataan.
            Barangkali kriteria-kriteria di atas belum terpenuhi di sekolah-sekolah teman-teman, tapi kita tetap mesti bersyukur, kita telah diberikan kekuatan oleh Allah untuk bersekolah dan tentu para pengelola sekolah juga tetap berusaha mengembangkan sekolahnya menuju ke arah yang lebih baik. Intinya kita harus bersyukur dengan sekolah kita sekarang, dan tetap berusaha sekuat tenaga mengembangkan, menjaga dan mengharumkan nama baik sekolah kita.
"…boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak Mengetahui." (QS: Al Baqarah: 216)
                                                                                                    Tasikmalaya, 20 Desember 2011

Dipersembahkan untuk kedua orang tua kandungku, Agung Asriadi dan Ika Sartika.
Untuk almamaterku tercinta.
Untuk para guru inspiratorku Pak In-in Kadarsolihin, Pak Agus Sulistyo, Pak Asep Solihin, Bu Maya Mulyani, Bu Yayu Faturrakhman, Pak Marno Sumarno dan guru super lainnya yang tak bisa disebutkan satu persatu.
Untuk para teman sekelasku di XII IPA 1, Ibu KM (Cindy C), Achmad, Achel, Agus, Anggi, Byas, Cecep, Cherya, Citra, Dini, Farah, Husni, Igar,  Inayatul, Jamilah, Jihan, Lika, Nisvi, Rafdy, Rahmi, Rini, Salman, Sri Ayu, Tia, Yuli.


*Diikutsertakan dalam Lomba Esai tingkat SMA Al-Muttaqin saat pekan kreativitas sekolah. Memperoleh predikat juara 1